7/25/2011

MENGENAL ALLAH LEWAT SIFAT AL MALIK

4. AL MALIK
(Dzat Yang Maha  Merajai)

 Segala yang ada dilangit dan dibumi semuanya tunduk kepada Allah Taala, karena Dia adalah Dzat Yang Maha Merajai dan apabila Dia berkehendak maka tidak ada satupun yang dapat menghalangi-Nya. Oleh sebab itu tidak ada pilihan bagi kita dalam menjalani kehidupan ini kecuali menerima ketentuan-ketentuan Allah Taala.

Sebagai seorang hamba yang lemah dan bodoh, hendaknya kita fahami dan rasakan tentang Malik-Nya Allah Taala ini, bahwa segala sesuatu yang ada dilangit dan dibumi berada dalam kekuasanNya.

Karena apabila kita tidak bisa merasakan Malik-Nya Allah Taala, mengakibatkan apabila menerima balak (kesusahan) banyak berkeluh kesah dan menyalahkan orang lain, dan apabila mendapatkan nikmat akan merasa tinggi hati (sombong), karena merasa atas kemampuan dan kepintaran diri sendiri. Padahal Allah adalah Dzat Yang Maha Merajai, apapun yang telah ditentukan-Nya pasti akan terjadi dan tidak ada satupun yang dapat menolak atau merubah ketetapan-Nya tersebut.

Yang Pertama, Allah Taala telah menentukan batas umur manusia. Kapan seseorang lahir dan kapan ia mati tidak ada satupun yang dapat menolak atau merubahnya. Walaupun seluruh kemampuan (kekuatan) dikumpulkan niscaya tidak bisa.

Apakah itu orang yang punya kekuasaan, atau orang yang kaya raya, atau orang pintar, atau orang miskin, atau orang tua, atau anak muda dan lain sebagainya, semuanya tidak bisa menolak ketentuan Allah Ta'ala.

Sesuai  surat Yunus (10) : 49

49. Katakanlah: "aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah". Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya).

Ada satu pertanyaan apabila seseorang bunuh diri apakah dia sendiri yang menentukan ajalnya? Jawabannya “tidak. Karena banyak orang yang mencoba bunuh diri tetapi tidak mati karena ajalnya belum sampai. Dan kalaupun dia mati berarti ajalnya sudah sampai tetapi dia memilih jalan kefasikan. Sebetulnya walaupun dia tidak bunuh diri jika ajalnya telah sampai pasti akan mati juga. Karena Ajal setiap manusia telah ditentukan oleh Allah Taala. Akan tetapi bagaimana cara mati adalah pilihan manusia itu sendiri. Apabila cara mati juga ditentukan, maka orang yang bunuh diri tidak berdosa.

Apabila seseorang sudah sampai ajalnya, maka secanggih apapun kedokteran, ketabiban dan tegnologi, sedikitpun tidak bisa menolak atau menghalangi. Oleh sebab itu kita harus yakin bahwa kematian pasti akan menemui kita. Apakah nanti malam, atau besok pagi, atau seminggu lagi, atau sebulan lagi, atau setahun lagi dan seterusnya.

Maka dari itu Rasulullah SAW berwasiat : aku tinggalkan dua perkara yang bisa menjadi nasehat. Yang satu pandai berbicara yaitu Al quran dan yang satu lagi diam yaitu kematian.

Orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir niscaya selalu ingat dengan kematian, sehingga ia bersungguh-sungguh untuk menyiapkan bekal (amal ibadah atau amal sholeh), dan ia juga takut untuk melakukan dosa.

Para sahabat zaman dahulu apabila melakukan sholat subuh ia berfikir tidak akan sampai kepada sholat dzuhur. Mereka merasa bahwa inilah sholatnya yang terakhir sehingga mereka melakukan ibadah dengan sebaik-baiknya. Bahkan ada juga sahabat yang apabila ruku didalam sholat mereka merasa tidak sampai kepada sujud, sehingga mereka berusaha untuk mempersembahkan yang terbaik untuk Allah Taala. Begitu juga dalam melakukan amal-amal ibadah dan amal-amal sholeh lainnya, mereka selalu berfikir inilah amalku yang terakhir, sehingga mereka selalu mempersembahkan yang terbaik untuk Allah Taala.

Selama ini kita beranggapan bahwa umur selalu bertambah sehingga ada istilah ulang tahun. Padahal yang sebenarnya umur itu selalu berkurang. Karena andaikata umur yang ditentukan oleh Allah 50 tahun, dan sekarang sudah umur 30 tahun, berarti tinggal 20 tahun lagi. Jadi setaip hari kita ini mendekati kematian.

Oleh sebab itu jangan sampai kita menjadi orang yang lalai. Seharusnya kita selalu berfikir dosa-dosa mana yang sudah diampuni oleh Allah Taala dan amal-amal mana yang sudah diterima oleh Allah Ta'ala,  karena waktu ini terus berjalan.
Allah berfirman disurat Al 'Ashr (103) : 1 : 3
1.  Demi masa.
2.  Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Andaikata besok pagi kematian menjemput kita, sudahkah kita termasuk orang-orang yang selamat? Andaikata besok pagi kita menghadap Allah Taala, sudahkah kita sanggup mempertanggung jawabkan segala perbuatan kita? Oleh sebab itu jangan sekali-kali kita merasa bahwa umur masih panjang. Jangan merasa masih muda sehingga menunda-nunda untuk bertaubat dan beramal sholeh. Karena kita nanti pasti akan menyesal.

Yang kedua masalah Rizki. Rizki telah ditentukan oleh Allah Taala mulai dari kita lahir sampai ajal menjemput. Akan tetapi hal inilah yang justru selalu membuat kita pusing. Padahal sebelum Allah memerintahkan kita beribadah kepada-Nya, terlebih dahulu Allah Taala menjamin rizki bagi kita.

Mensikapi masalah rizki ini yang menjadi tugas (kewajiban) kita hanyalah berikhtiyar (berusaha). Masalah berapa banyaknya yang akan Allah berikan kita harus terima dengan ikhlas. Karena itulah yang terbaik bagi kita. Bukan berarti Allah tidak mau memberi rizki yang lebih kepada hamba-hambaNya, akan tetapi jika sang hamba diberi lebih maka cenderung membuat ia melampui batas.

Sesuai surat Asy Syuura (42) : 27

27. Dan Jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.

Oleh sebab itu Allah menurunkan rizki kepada hamba-hambaNya disesuaikan dengan kemampuan sang hamba tersebut didalam menerimanya. Sebagai contohnya si A kemampuannya satu gelas, si B satu ember, sedangkan si C satu drum. Setelah itu ada hujan yang sangat deras. Maka air yang diperoleh oleh masing-masing hanyalah sebatas ukurannya tersebut. Untuk itu bagi orang-orang yang ukurannya satu gelas mungkin hanya untuk kebutuhannya sendiri dan keluarga, tetapi bagi yang ukurannya banyak pasti ada bagian untuk orang lain.  

Sebetulnya kalau hanya untuk kebutuhan diri sendiri sebetulnya tidak banyak. Sebagai contohnya kita punya rumah lima. Yang kita butuhkan hanya satu untuk beristirahat. Kalau lima-limanya kita tempati niscaya tidak bisa istirahat. Begitupun juga makan, apabila sudah kenyang akan berhenti. Bukan berarti orang kaya makanya 10 piring. Akan tetapi karena mengikuti hawa nafsunya manusia selalu mengumpul-ngumpulkan harta yang banyak, padahal setelah ia mati akan jatuh waris sedangkan dihari akhir nanti dia yang akan dihisab (dimintai pertanggung jawabannya).

Setiap orang yang diberi lebih oleh Allah sebetulnya ada bagian untuk orang lain. Oleh sebab itu apabila kelebihan tersebut dikumpul-kumpulkan dan tidak diberikan kepada orang yang lebih berhak, maka ia akan memperoleh neraka huthamah.

Sesuai surat Al Humazah (104) : 1 : 9

1. Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,
2. Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung,
3. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya,
4. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah.
5. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu?
6. (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan,
7. Yang (membakar) sampai ke hati.
8. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,
9. (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.

Orang-orang yang selalu merasa kurang dengan rizki-rizki yang Allah Taala berikan, membuat ia tidak pandai bersyukur. Oleh sebab itu hendaknya kita tahu diri bahwa kita adalah seorang hamba yang banyak berdosa dan selalu durhaka. Selalu menyekutukan Dia dan apabila beramal belum bisa sempurna. Akan tetapi Allah masih memberi kita rizki dan tidak mengazab kita serta menunggu kita untuk bertaubat. Padahal andaikata Allah tidak memberi rizki kepada kitapun sangat wajar. Tetapi kenapa kita tidak mau bersyukur dengan pemberian-pemberianNya dan masih selalu merasa kurang?


Yang ketiga masalah penghidupan. Sebetulnya masalah penghidupan mau menjadi apa sudah ditentukan oleh Allah Taala. Akan tetapi banyak sekali manusia yang tidak terima dengan penghidupan yang telah Allah Taala tetapkan, sehingga ia tidak pandai bersyukur. Padahal itulah yang paling sesuai untuk dirinya.

Menjadi apapun diri kita yang penting tidak menyalahi hukum-hukum Allah Taala, disitulah terdapat amal bagi kita. Sebagai contohnya apabila kita menjadi seorang petani. Dengan bertani kita berniat memudahkan orang-orang untuk makan nasi atau sayur. Kita menjadi pedagang berniat memudahkan orang-orang yang mau membeli sesuatu. Jadi semua itu bernilai ibadah jika kita niatkan dengan benar. Yang paling penting menjadi apapun kita jadilah yang Islami (baik). Pegawai, petani, pedagang, pejabat yang islami.


Yang keempaat adalah balak dan nikmat.  Balak dan nikmat ini juga sarana untuk memberikan amal kepada manusia. Maksudnya adalah, apabila seseorang didalam menerima nikmat ia bersyukur maka akan memperoleh amal dan apabila dalam menerima balak ia bersabar juga akan mendapat amal.

Allah memberikan balak kepada hambaNya bukan berarti Dia benci, akan tetapi agar Allah mempunyai alasan untuk mengampuni hambaNya tersebut. Asalkan sang hamba ridho dan sabar didalam menerimanya. Oleh sebab itu tidak perlu kita pusing apabila menerima balak. Keempat hal diatas pasti akan terjadi, karena yang menentukan adalah Allah Al Malik (Dzat Yang Maha Merajai). Sehingga tidak ada satupun yang dapat merubahnya.

Didalam hidup ini Allah Taala telah membuat hukum-hukum, diantaranya : Apabila seseorang melakukan ketaqwaan akan menerima kemanfaatan dan apabila melakukan kejahatan akan menerima kemudhoratan. Dan hukum-hukum yang telah Allah Taala tetapkan ini pasti akan terjadi.

Oleh sebab itu tidaklah mungkin seseorang yang melakukan kebaikan akan mendapatkan kemudhoratan. Begitu juga sebaliknya apabila melakukan kejahatan tidak mungkin mendapatkan kemanfaatan.

Akan tetapi apabila kita banyak sekali melakukan kefasikan (kejahatan) tetapi justru mendapatkan kemanfaatan-kemanfaatan, maka berhati-hatilah (khawatirlah). Karena mungkin kita termasuk orang-orang yang mendapatkan harta istijraj, yaitu bayaran didunia dari kebaikan yang kita kerjakan, tetapi diakhirat kelak kita tidak memperoleh balasan apa-apa melainkan hanya neraka dan kita akan kekal didalamnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates